Oleh Anhar Adhi Firdaus
Prospek dan tantangan di masa depan tidak terlepas dari pertimbangan yang telah terjadi sejak masa lalu. Kesuksesan atau kegagalan seseorang di saat ini adalah akibat dari tindakannya saat ini. Atas dasar pemahaman seperti itu, sejarah mempunyai kedudukan yang penting karena mempelajari proses perubahan dalam dimensi waktu. Pelajaran sejarah sangat penting untuk membangun pemahaman keilmuan berperspektif waktu, memori bersama, dan kesadaran terhadap nilai warisan sejarah budaya bangsa.
Sejarah tidak dapat kita lupakan begitu saja dari hati kita. Justru melalui sejarah inilah kita dapat berinstropeksi diri berkenaan dengan semua hal yang pernah kita alami dalam hidup di dunia ini. Kita semua tahu, betapa berharganya nilai-nilai sebuah arti perjuangan bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Pahlawan-pahlawan kita yang telah rela berkorban demi bangsa dan negaranya, merupakan simbol serta bukti nyata akan perjuangan mereka bagi bangsa tercinta.
Semestinya sudah tidak asing bagi kita, tidak perlu lagi untuk diingatkan bahwa tanggal 10 November merupakan salah satu diantara berbagai hari yang bersejarah yang teramat penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sejak lebih dari setengah abad yang lalu, tanggal 10 November telah dinyatakan sebagai Hari Pahlawan. Di zaman Soekarno-Hatta, hari itu diperingati secara nasional sebagai hari istimewa yang dirayakan secara khidmat, dan dengan rasa kebanggaan yang besar. Pada kurun waktu yang begitu lama, peringatan hari pahlawan merupakan kesempatan bagi seluruh bangsa bukan saja untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanan para pejuang dalam perjuangannya bersama bagi tegaknya Republik Indonesia. Akan tetapi, peringatan Hari Pahlawan 10 November juga merupakan kesempatan yang ideal untuk selalu memupuk secara bersama-sama tentang kesadaran akan tanggung jawab karakter moral bangsa untuk dapat menumbuhkan nilai persatuan dan kesatuan.
Seiring dengan berjalannya waktu, dalam era serba modern ini, bangsa Indonesia telah tumbuh menjadi bangsa yang berkembang maju. Namun, tetap juga dalam perjalanannya bangsa ini masih dihadapkan pada hambatan serta tantangan untuk kedepannya. Semua rintangan tersebut muncul tidak hanya dari internal saja, tetapi bercampur aduk dengan masalah-masalah yang sifatnya ekternal. Mulai dari masalah perekonomian, sosial, budaya, perbedaan Ras, suku, adat- istiadat, agama, krisis moneter, utang luar negeri, sumber daya manusianya, kekayaan alam Indonesia bahkan hingga masalah pertumpahan darah seperti, perang saudara di berbagai pelosok penjuru tanah air, terjadinya berbagai peristiwa peledakan bom serta munculnya berbagai berita entah itu dari televisi, surat kabar, atau radio yang memberitakan serupa bahwa Indonesia ialah salah satu sarang teroris Internasional dan belum lagi masalah yang berkenaan dengan krisis moral bangsa Indonesia. Nah, semua masalah tersebutlah yang tetap menjadi PR buat kita bersama khususnya bagi rakyat Indonesia, bagaimana seharusnya kita dapat membawa memaknai peringatan Hari Pahlawan 10 November, guna memperbaiki serta menyelesaikan masalah-masalah itu terutama yang berkenaan langsung dengan watak dan moral bangsa. Karena apabila kita amati secara seksama, sesunguhnya ujung pangkal dari munculnya berbagai masalah itu ialah terjadinya krisis moral rakyat Indonesia yang berkepanjangan. Akankah semangat peringatan Hari Pahlawan dapat memperbaiki bangsa ini?
NOSTALGIA YANG TAK PERNAH TERLUPAKAN
Dalam mengenang arti Hari Pahlawan 10 November sudah sepatutnyalah kiranya bahwa kita memandang peristiwa itu sebagai tahap yang penting dalam perjalanan jauh bangsa kita. Dan alangkah panjangnya, long march yang harus ditempuh Indonesia, untuk melahirkan republik ini. Kalau kita resapi kembali secara mendalam perjalanan bangsa Indonesia menuju proklamasi kemerdekaan, maka kelihatan sekali betapa berharganya peristiwa itu. Begitu banyak orang dari berbagai suku, agama, asal, keturunan ras, keyakinan politik, telah ambil bagian dalam long march yang jauh ini, dengan pengorbanan mereka yang tidak sedikit, serta dengan pertumpahan darah, mereka buktikan semuanya atas kecintaannya terhadap bangsa.
Kalau dilihat dari berbagai segi, pertempuran besar-besaran dan gagah berani yang dilancarkan oleh pemuda dari beraneka-ragam suku bangsa di Surabaya dengan dukungan luas dari rakyat Indonesia, sungguh merupakan tragedi yang patut dijadikan sebuah kenangan, pelajaran dan pendidikan. Karena itu, sudah benarlah bahwa peristiwa ini dijadikan sebagai hari besar bangsa, yaitu Hari Pahlawan. Bukan saja bahwa pertempuran Surabaya telah menjadi obor dan sumber semangat bagi berkorbarnya api pertempuran diberbagai daerah lainnya di Indonesia, tetapi juga merupakan suatu peristiwa yang kemudian menarik perhatian dunia terutama diplomatik internasional. Singkatnya, bahwa tanggal 10 November 1945 adalah bentuk nyata sebagai tekad kolektif untuk membela dan mempertahankan republik Indonesia.
Selama ini banyak orang bicara tentang Hari Pahlawan, tanpa pada umumnya mengerti bahwa hari pahlawan sesungguhnya ialah moment yang revolusioner. Bagaimana tidak, dalam jangka lama pertempuran Surabaya dapat mengakibatkan sebagai sumber inspirasi perjuangan bagi seluruh negeri. Berkat peran Bung Karno, maka sebelum orde baru berkuasa, perayaan hari pahlawan selalu dikaitkan erat dengan perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme.
Bung Karno telah menjadikan hari pahlawan sebagai sumber inspirasi perjuangan, sebagai sarana untuk pendidikan politik dan patriotisme, sebagai penghargaan terhadap tokoh-tokoh dari berbagai suku, agama dan keyakinan politik yang telah berjuang untuk kepentingan rakyat. Harus kita ingat bersama bahwa api revolusioner perjuangan rakyat melawan kolonialisme, imperialisme, dan penindasan adalah jiwa Hari Pahlawan yang sesungguhnya.
Arti Hari Pahlawanan 10 November
Disudut perkampungan yang jauh disana ada sekelompok anak-anak kecil yang sedang bersukaria mengikuti sebuah acara dari rangkaian kegiatan perayaan Hari Pahlawan. Pemandangan seperti ini tidak hanya kita jumpai di tempat itu bahkan hampir di seluruh pelosok negeri, mungkin dalam waktu yang bersamaan pula mereka juga mengadakan berbagai macam kegiatan yang serupa.
Tidak sedikit diantara mereka dalam menyambut peringatan ini dengan sangat semarak dari sejak mengadakan berbagai macam perlombaan, baik dalam bentuk olahraga, maupun kesenian, dan lainnya. Bahkan tidak sedikit diantara dari mereka yang belum merasa sempurna jika perayaan kemerdekaan negeri ini tidak ditutup dengan pesta hiburan rakyat, sebagai puncak dari semua kegiatan.
Dari cerita tersebut, patutlah kita acungkan jempol. Karena dari situlah masyarakat Indonesia pun masih mengingat selalu akan jasa-jasa serta kenangan-kenangan para pejuang yang telah gugur membela hak bangsa ini untuk memperoleh kemerdekaannya.
Selain itu pula, rakyat pun tak akan dapat melupakan bagaimana jirih payah serta usaha para pahlawan bangsa ini yang gigih dan pemberani melawan para penjajah. Mereka selalu mengenang arti sebuah nilai perjuangan.
Kebesaran arti pertempuran Surabaya, yang kemudian dikukuhkan sebagai Hari Pahlawan, bukanlah hanya karena bagitu banyaknya pahlawan baik yang dikenal maupun tidak dikenal yang telah mengorbankan diri demi nusa dan bangsa. Bukan pula hanya karena lamanya pertempuran secara besar-besaran dan besarnya kekuatan lawan. Di samping itu semua, kebesaran arti pertempuran Surabaya juga terletak pada peran dan pengaruhnya, bagi jalanya revolusi waktu itu. Pertempuran Surabaya juga telah dapat mempengaruhi rakyat banyak untuk ikut serta, baik secara aktif maupun secara pasif, dalam berjuang melawan musuh bersama pada waktu itu.
Ciri utama berbagai perjuangan yang meletus di banyak kota dan daerah di Indonesia adalah bahwa peristiwa-peristiwa itu mendapat dukungan besar moral dan material dari rakyat, yang berarti juga telah menggugah rasa kebersamaan patriotik dalam perjuangan.
Dalam merenungkan kembali pertempuran Surabaya, 10 November 1945 (dan juga pertempuran lainnya yang terjadi di berbagai tempat di negeri kita) maka tergambarlah dalam memori kita, betapa indahnya suasana revolusi ketika itu, sewaktu nilai patriotisme dijunjung tinggi dan semangat rela berkorban demi kepentingan rakyat dan bangsa menjadi kebanggaan tersendiri. Suasana revolusi pada saat itu juga telah mampu menyumbangkan pendidikan watak dan moral yang besar bagi banyak orang dan terutama untuk kemajuan bersama.
Maka patutlah kiranya kita tetap menyimpan kenangan manis itu semua, sebagai simbol dari kakayaan sejarah bangsa. Dan kita harus selalu menyimpan harapan bahwa bangsa kita akan bisa menemukan kembali arah besar yang sudah ditunjukkan oleh para pejuang perintis kemerdekaan dan para pahlawan yang telah mendahului kita.
Rakyat pun Turut Ambil Bagian
Alangkah baiknya dalam sela-sela peringatan Hari Pahlawan atau peringatan-peringatan hari kemerdekaan yang serupa, ialah satu hal yang mesti dipertanyakan kembali lantaran seringkali terlupakan adalah peran dan kedudukan rakyat. Akankah keadilan selalu dijunjung tinggi bagi rakyat? Sungguhkah aspirasi rakyat tersalurkan dalam kursi pemerintahan? Masihkah pemerintah peduli akan kehidupan rakyat? Nah, berbagai macam pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena kemerdekaan diproklamasikan atas nama rakyat, cermin kehendak rakyat dan dipertahankan oleh dan untuk rakyat semata.
Dilihat dari sebuah perjuangannya, sumbang sih rakyat tak kalah besarnya dengan para tentara yang mengangkat senjata sebagai serdadu atau gerilya, rakyat pun juga turun tangan dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sangatlah adil apabila dewasa ini pada abad yang katanya sudah maju, rakyat kembali mempertanyakan dan menggugat kedudukanya terutama dengan berbagai kisah tragis yang menimpa mereka, seperti kemiskinan, mahalnya kebutuhan hidup, ketidakadilan, kesenjangan sosial, ketidakpuasan serta berbagai macam problema yang selalu datang melanda hidup mereka.
Dalam cerita-cerita di medan perjuangan, keterlibatan rakyat adalah nyata. Partisipasi, peranan dan keterlibatan rakyat dalam merintis, memproklamirkan, mempertahankan serta memajukan negeri ini tidak bisa gampang hanya dipandang sebelah mata saja.
Ada mungkin beberapa orang atau anggota masyarakat yang berpendapat beda bahwa “pahlawan itu bukannya dari kalangan rakyat, namun pahlawan ialah dari kalangan militer semata,”anggapan-anggapan seperti inilah yang harus kita kita benarkan serta kita luruskan. Karena apa? Karena, bila kita hanya memandang arti pahlawan itu dari kalangan militer semata, kita harus ingat bahwa kemerdekaan bangsa ini juga tidak lepas dari tangan rakyat yang juga turut banyak sekali membantu. Oleh karena itu, opini-opini yang bertentangan itu harus kita benarkan kembali demi tercapainya tujuan dan keutuhan persatuan bangsa.
Cerita rakyat adalah cerita tentang gambaran kehidupan yang penuh keikhlasan, pahit getirnya hidup serta kesadaran akan dirinya, sebagai rakyat bawah, serta rakyat kecil. Mareka tidak pernah menuntut apa-apa, tertutama minta disebut dan dihargai sebagai pahlawan.
Mestinya, peran dan kedudukan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak boleh diterlantarkan. Sebuah negara besar tidak mungkin ada tanpa rakyat. Sedangkan jika kita melupakan itu semua, yaitu melupakan keberadaan rakyat, maka kita semua termasuk orang yang tak tahu diuntung dan tak tahu akan balas budi serta termasuk orang-orang yang tak tahu berterima kasih.
MEWUJUDKAN WATAK DAN MORAL BANGSA
Bangsa Indonesia tidak hidup dalam kevakuman. Namun, hidup dalam jaringan nilai-nilai, kebiasaan, dan gagasan-gagasan yang sejak dulu telah tumbuh dan berkembang dalam jiwa sanubari bangsa Indonesia yang disebut dengan kebudayaan di mana nilai-nilai moral dan karakter Pancasila digali di dalamnya. Pembangunan karakter bangsa harus memperhatikan secara sungguh-sungguh budaya bangsa Indonesia (Arya Sunu, 2004)
Karakter bangsa Indonesia yang membentuk jati diri bangsa ini bukanlah sebuah warisan yang ditemukan ataupun jatuh dari langit begitu saja. Melainkan sebuah konstruksi sosial, intelektual, dan ideologis yang diciptakan, dibangun dan diperjuangkan dengan membangkitkan aspek-aspek emosional kebangsaan bangsa.
Sebab, sebelum lahir apa yang disepakati sebagai bangsa dan negara Indonesia, masyarakat lahir dan tumbuh dalam komunitas lokal yang masing-masing memiliki jati diri, tradisi, bahasa, ruh, dan pemimpin yang lahir dari kalangan mereka sendiri.
Jati diri atau identitas bangsa Indonesia ditentukan oleh hasil aktualisasi nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai budaya bangsa ini adalah seperangkat nilai yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan substansi falsafah pancasila.
Sedangkan penentuan kepribadian bangsa sebagai karakter bangsa yang khas adalah hasil pengembangan budaya, rajutan nilai budaya lokal dan nasional yang dihidupi oleh masyarakat Indonesia. Kebudayaan adalah ruh bangsa yang juga merupakan jati diri bangsa. Tinggi rendahnya martabat bangsa sangatlah ditentukan oleh tinggi rendahnya budaya dalam aspek permasalahan suatu bangsa.(Sri Sultan Hamengku Buwono X, 2004)
Seperti apa yang telah dikatakan atau diuraikan oleh tokoh-tokoh kita tersebut diatas, jelas sekali bahwa dalam membentuk suatu karakter moral bangsa, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang patut kita perhatikan. Yaitu berkenan dengan nilai khasanah budaya bangsa. Karena, karakter serta moral bangsa inilah yang nantinya diharapkan dapat membentuk jati diri atau identitas sebuah bangsa sendiri.
Apabila kita lihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan masyarakat, seperti banyaknya tindak pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, penculikan serta tindakan asusila lainnya yang begitu banyak. Kesemuanya itu bila kita pikirkan bersama adalah akibat dari terjadinya penurunan moral manusia.
Fenomena kekerasan yang belakangan ini marak terjadi di Indonesia sungguh patut menjadi perhatian kita semua. Meskipun bangsa Indonesia telah memiliki landasan moral, yakni “moral pancasila.” Namun, menurut catatan sejarah fenomena kekerasan di negeri ini telah dimulai sejak negara RI berdiri. Pada awal periode, pemerintahan berkali-kali terjadi pergantian perdana menteri yang diwarnai aksi kekerasan pula. Peristiwa G 30 S PKI, pemberontakan APRA, Pemeberontakan DI/TII, tragedi Kedung Ombo, Tanjung Periuk, Sampit, Maluku, Kudatuli, perebutan Papua, Timor-Timur, tragedi Aceh, dan lainnya. Sungguh masalah yang amat memprihatinkan. Yang terpenting lagi, tindak kekerasan ini juga turut dilakukan oleh oknum-oknum yang juga menjadi peletak dasar-dasar moral pancasila.
Misalkan saja, dalam masa-masa sekarang ini setelah selesainya pemilu tahun 2004, yang merupakan tolak ukur pembangunan bangsa kita, dimana dengan terpilihnya seorang pemimpin yang diharapkan dapat benar-benar membangun kembali bangsa ini terutama dalam membangun sebuah karakter watak dan moral bangsa.
Ketika itu seiring dengan adanya pemilu ini, muncullah suatu kebudayaan yaitu kampaye pemilu. Akan tetapi, efen-efen ini justru malah disalahgunakan sebagai ajang sebagai perusakan norma-norma di masyarakat kita. Bagaimana tidak? Para pemimpin parpol dan para peserta kampanye sudah tidak mengindahkan lagi etika moral dan etika sosial. Bahkan agama, ras dan suku bangsa pun sudah dijadikan sebagai tumbal dari penyimpangan etika moral ini.
Norma atau kaidah yang lazimnya disebut sebagai nilai moral yang mengatur diri pribadi manusia Indonesia sudah tidak sepadan lagi dengan akal pikiran dan hati mereka.
Bagi bangsa Indonesia derajat kepribadian atau wataknya sangat ditentukan oleh nilai-nilai moral yang berlandaskan Pancasila. Dengan demikian tujuan moral bagi bangsa adalah “memberikan arahan gerak atas pengamalan Pancasila dalam pembangunan, sekaligus sebagai perwujudan harkat dan martabat kepribadian luhur bangsa Indonesia (Sudomo, 1990)
Pernah dalam ceramahnya Mochtar Lubis, seorang jurnalis membuat gebrakan yang menggemparkan dalam ceramahnya, mengenai profil manusia Indonesia yang terdapat paling sedikit tujuh ciri manusia Indonesia yang salah satunya ialah “Segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatan, putusan dan pikirannya, atau sering mengalihkan tanggungjawab tentang suatu masalah dan kegagalan kepada orang lain.”
Memang benar apa yang telah di katakan oleh beliau. Beliau mengatakan hal ini secara keseluruhan, memang sesuai dengan apa yang terjadi di dalam negara ini. Namun pernyataan ini mengingatkan semua pihak mengenai adanya watak dan moral yang sangat dikhawatirkan terjadi pada bangsa Indonesia secara menyeluruh dan menjadi penyakit sosial yang dapat merusak mentalitas manusia Indonesia.
TANTANGAN PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
Genap berumur 59 tahun sudah lamanya bangsa Indonesia merdeka. Dalam sebuah pintu panantian ini, masih saja bangsa kita dihadapkan pada berbagai macam persoalan sebagai hambatan dan tantangan kehidupan perjalanan bangsa. Krisis ekonomi yang telah lama melanda Indonesia masih belum juga menemukan titik terang. Serta bertumpuknya hutang-hutang luar negeri semakin mempengaruhi citra nama baik bangsa Indonesia di mata dunia. Adanya penurunan nilai mata uang Rupiah terhadap dolar juga berimbas pada perekonomian kita. Ditambah lagi dengan banyaknya korban yang tak bersalah mati begitu saja dikarenakan ada ledakan bom dimana-mana. Terjadinya kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, krisis sumber daya alam, praktek nepotisme, kolusi, korupsi di dalam kursi pemerintahan, adanya jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar yang seharusnya menjadi modal dasar berharga, namun belum efektif keberadaannya. Serta berbagai macam problematika seperti masalah sosial, agama, golongan, pendidikan, adanya tingkatan sosial di masyarakat.
Semuanya itu merupakan bukti nyata bagi kita semua, bahwa betapa sulitnya mengarungi kehidupan ini. Pasti ada saja segala rintangan dan hambatan di depan kita yang siap menghadang laju perkembangan bangsa Indonesia.
Terjadinya dekadensi moral dunia yang dibawa oleh arus globalisasi yang dapat merubah nilai-nilai moral, menjadi suatu dilema tersendiri bagi Indonesia. Kita bisa bayangkan bahwa bagaimana seandainya bila rakyat Indonesia terimbas pada faktor eksternal seperti ini. Tentu dikhawatirkan nantinya akan terjadi suatu penurun nilai moral rakyat Indonesia (krisis Moral) akibat datangnya arus tersebut.
Kita semua tahu pamerintah memang telah berusaha keras untuk dapat membangun, mengembangkan dan memajukan bangsa Indonesia supaya menjadi bangsa yang makmur. Akan tetapi, dilain pihak lihat saja para penguasa kita yang duduk di kursi pemerintahan mereka memang sedang berfikir serta bekerja keras untuk mengambil langkah serta mengambil keputusan yang terbaik bagi bangsa agar Indonesia dapat lebih maju lagi. Sayangnya, pemerintah pun lupa sendiri akan masalah-masalah yang mungkin harus cepat diatasi yaitu masalah yang berkenaan dengan adanya penurunan watak serta moral bangsa Indonesia.
Apabila kita amati, pemerintah pun hanya berotak-atik saja pada masalah perekonomian bangsa ini. Memang betul, bahwa perekonomian Indonesia harus segera diperbaiki, karena bagaimana pun kita sebagai rakyat hanya dapat berharap bahwa perekonomian di bangsa ini cepat bisa teratasi agar tidak lagi terjadi masalah-masalah seperti krisis moneter, utang luar negeri dan lainnya. Namun, apakah tidak berdosanya kita, apabila sebagai rakyat yang cinta pada negeri ini, membiarkan begitu saja melihat negara kita tertimpa suatu masalah yang langsung berhubungan dengan moral, watak serta etika sumber daya manusia bangsa Indonesia, yang dapat menggerogoti jiwa, akhlak, pribadi serta nilai budi pekerti manusia Indonesia itu sendiri.
Menurut Bapak Poespowardojo, 1989 dampak lain dari pembangunan yang terlalu diorientasikan pada bidang perekonomian adalah terdesaknya harkat dan martabat manusia oleh alat-alat ekonomi dan materi. Serta hal ini justru akan dikhawatirkan dengan timbulnya sifat mental rakyat Indonesia yang lebih menghargai materi, benda, sarana serta prasarana dengan pendekatan kuantitatif. Dan juga dikhawatirkan pula hal ini akan dapat munculkan sifat yang materialistis, kurang percaya diri, lemah mentalitas, serta semakin mendangkalnya nilai etis dan spiritual. Dengan demikian dapat terjadinya disintegrasi dan kesejangan sosial yang lebih ditentukan oleh materi yang dapat menghambat tumbuhnya nilai persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia.
Dalam memperingati Hari Pahlawan pada tahun 2004 ini, bangsa ini haruslah juga mau berinstropeksi diri berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh negaranya. Apabila kita lihat para pejuang 45 yang telah sekuat tenaga, bahu-membahu, saling tolong-menolong, adanya sikap tepo seliro tanpa membedakan HAM, ras, agama yang telah mengorbankan jiwanya dengan dilandasi rasa persatuan dan kesatuan yang kuat untuk melawan penjajah dengan hanya satu tujuan yaitu merdeka atau mati.
Sedangkan sekarang bangsa Indonesia pun berpecah belah. Dengan adanya berbagai macam ledakan bom di berbagai tempat di segala penjuru tanah air, yang berimbas pada menurunnya nilai persatuan dan kesatuan rakyat. Dimana antara satu dengan lainnya saling menyalahkan, terjadinya perselisihan antar umat beragama, disintergrasi pada golongan tertentu serta lain-lain. Mungkin semuanya itu disebabkan karena terjadinya krisis moralitas bangsa yang terjadi pada sumber daya manusia Indonesia sendiri. Yang berakibat pula pada krisis sosial seperti krisis nilai-nilai, adanya kesenjangan sifat keteladanan, kurangnya sikap idealisme dan citra generasi muda tentang peranannya bagi masa depan bangsa serta makin bergesernya sikap manusia ke arah pragmatis yang dapat membawa ke sifat materialisme dan individualisme yang tinggi.
Maka dari itu, kita semua yang termasuk bagian dari rakyat Indonesia bersama-sama dengan pemerintah seharusnya dapat membanting setir untuk dapat memperbaiki problematika ini. Yaitu dengan menggerakkan kembali program pemerintah yang berupa Pembangunan Watak dan Moral Pancasila (PWMP). Metode operasional ini harus diterapkan antara lain sebagai berikut :
Edukatif dan Reedukatif, maksudnya melakukan pendidikan kepada setiap obyek sasaran. Metode Edukatif dilakukan pada lembaga formal dan masyarakat luas untuk memperkenalkan dan mengembangkan pengetahuan dan akal budi. Sedangkan metode reedukatif diterapkan pada orang dewasa, yang diharapkan menjadi agen-agen perubahan.
Sifat Keteladanan yaitu menularkan sikap dan perilaku yang baik secara konsisten, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, agama, pendidikan, dan negara.
Metode Kekuasaan yaitu, terutama menyangkut penggunaan daya dan kewenangan pemerintah dalam melakukan penegakan hukum, disiplin nasional, serta bentuk-bentuk lainnya.
Metode persuasi dan Komunikasi yaitu, memberikan ajakan, himbauan, dorongan dan motifasi kepada seseorang, kelompok dan masyarakat luas, sehingga tumbuh watak dan moral yang diharapkan.
Nah, apabila langkah-langkah tersebut dapat kita terapkan bersama tentunya dengan dilandasi sifat tanggung jawab, kepedulian, rasa iba, rasa mencintai, tidak pantang menyerah serta sifat percaya dan dengan dijiwai semangat pahlawan ada di hati kita insya’ Allah tujuan kita untuk memperbaiki watak dan moral bangsa Indonesia yang berhubungan langsung dengan nilai persatuan dan kesatuan akan terwujud tentunya juga dengan selalu bersumber pada nilai-nilai luhur Pancasila.
MENJADIKAN SEMANGAT HARI PAHLAWAN SEBAGAI AJANG PERBAIKAN WATAK DAN MORAL UNTUK MEWUJUDKAN RASA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA INDONESIA
Oleh Anhar Adhi Firdaus
Pendahuluan
Prospek dan tantangan di masa depan tidak terlepas dari pertimbangan yang telah terjadi sejak masa lalu. Kesuksesan atau kegagalan seseorang di saat ini adalah akibat dari tindakannya saat ini. Atas dasar pemahaman seperti itu, sejarah mempunyai kedudukan yang penting karena mempelajari proses perubahan dalam dimensi waktu. Pelajaran sejarah sangat penting untuk membangun pemahaman keilmuan berperspektif waktu, memori bersama, dan kesadaran terhadap nilai warisan sejarah budaya bangsa.
Sejarah tidak dapat kita lupakan begitu saja dari hati kita. Justru melalui sejarah inilah kita dapat berinstropeksi diri berkenaan dengan semua hal yang pernah kita alami dalam hidup di dunia ini. Kita semua tahu, betapa berharganya nilai-nilai sebuah arti perjuangan bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Pahlawan-pahlawan kita yang telah rela berkorban demi bangsa dan negaranya, merupakan simbol serta bukti nyata akan perjuangan mereka bagi bangsa tercinta.
Semestinya sudah tidak asing bagi kita, tidak perlu lagi untuk diingatkan bahwa tanggal 10 November merupakan salah satu diantara berbagai hari yang bersejarah yang teramat penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sejak lebih dari setengah abad yang lalu, tanggal 10 November telah dinyatakan sebagai Hari Pahlawan. Di zaman Soekarno-Hatta, hari itu diperingati secara nasional sebagai hari istimewa yang dirayakan secara khidmat, dan dengan rasa kebanggaan yang besar. Pada kurun waktu yang begitu lama, peringatan hari pahlawan merupakan kesempatan bagi seluruh bangsa bukan saja untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanan para pejuang dalam perjuangannya bersama bagi tegaknya Republik Indonesia. Akan tetapi, peringatan Hari Pahlawan 10 November juga merupakan kesempatan yang ideal untuk selalu memupuk secara bersama-sama tentang kesadaran akan tanggung jawab karakter moral bangsa untuk dapat menumbuhkan nilai persatuan dan kesatuan.
Seiring dengan berjalannya waktu, dalam era serba modern ini, bangsa Indonesia telah tumbuh menjadi bangsa yang berkembang maju. Namun, tetap juga dalam perjalanannya bangsa ini masih dihadapkan pada hambatan serta tantangan untuk kedepannya. Semua rintangan tersebut muncul tidak hanya dari internal saja, tetapi bercampur aduk dengan masalah-masalah yang sifatnya ekternal. Mulai dari masalah perekonomian, sosial, budaya, perbedaan Ras, suku, adat- istiadat, agama, krisis moneter, utang luar negeri, sumber daya manusianya, kekayaan alam Indonesia bahkan hingga masalah pertumpahan darah seperti, perang saudara di berbagai pelosok penjuru tanah air, terjadinya berbagai peristiwa peledakan bom serta munculnya berbagai berita entah itu dari televisi, surat kabar, atau radio yang memberitakan serupa bahwa Indonesia ialah salah satu sarang teroris Internasional dan belum lagi masalah yang berkenaan dengan krisis moral bangsa Indonesia. Nah, semua masalah tersebutlah yang tetap menjadi PR buat kita bersama khususnya bagi rakyat Indonesia, bagaimana seharusnya kita dapat membawa memaknai peringatan Hari Pahlawan 10 November, guna memperbaiki serta menyelesaikan masalah-masalah itu terutama yang berkenaan langsung dengan watak dan moral bangsa. Karena apabila kita amati secara seksama, sesunguhnya ujung pangkal dari munculnya berbagai masalah itu ialah terjadinya krisis moral rakyat Indonesia yang berkepanjangan. Akankah semangat peringatan Hari Pahlawan dapat memperbaiki bangsa ini?
NOSTALGIA YANG TAK PERNAH TERLUPAKAN
Dalam mengenang arti Hari Pahlawan 10 November sudah sepatutnyalah kiranya bahwa kita memandang peristiwa itu sebagai tahap yang penting dalam perjalanan jauh bangsa kita. Dan alangkah panjangnya, long march yang harus ditempuh Indonesia, untuk melahirkan republik ini. Kalau kita resapi kembali secara mendalam perjalanan bangsa Indonesia menuju proklamasi kemerdekaan, maka kelihatan sekali betapa berharganya peristiwa itu. Begitu banyak orang dari berbagai suku, agama, asal, keturunan ras, keyakinan politik, telah ambil bagian dalam long march yang jauh ini, dengan pengorbanan mereka yang tidak sedikit, serta dengan pertumpahan darah, mereka buktikan semuanya atas kecintaannya terhadap bangsa.
Kalau dilihat dari berbagai segi, pertempuran besar-besaran dan gagah berani yang dilancarkan oleh pemuda dari beraneka-ragam suku bangsa di Surabaya dengan dukungan luas dari rakyat Indonesia, sungguh merupakan tragedi yang patut dijadikan sebuah kenangan, pelajaran dan pendidikan. Karena itu, sudah benarlah bahwa peristiwa ini dijadikan sebagai hari besar bangsa, yaitu Hari Pahlawan. Bukan saja bahwa pertempuran Surabaya telah menjadi obor dan sumber semangat bagi berkorbarnya api pertempuran diberbagai daerah lainnya di Indonesia, tetapi juga merupakan suatu peristiwa yang kemudian menarik perhatian dunia terutama diplomatik internasional. Singkatnya, bahwa tanggal 10 November 1945 adalah bentuk nyata sebagai tekad kolektif untuk membela dan mempertahankan republik Indonesia.
Selama ini banyak orang bicara tentang Hari Pahlawan, tanpa pada umumnya mengerti bahwa hari pahlawan sesungguhnya ialah moment yang revolusioner. Bagaimana tidak, dalam jangka lama pertempuran Surabaya dapat mengakibatkan sebagai sumber inspirasi perjuangan bagi seluruh negeri. Berkat peran Bung Karno, maka sebelum orde baru berkuasa, perayaan hari pahlawan selalu dikaitkan erat dengan perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme.
Bung Karno telah menjadikan hari pahlawan sebagai sumber inspirasi perjuangan, sebagai sarana untuk pendidikan politik dan patriotisme, sebagai penghargaan terhadap tokoh-tokoh dari berbagai suku, agama dan keyakinan politik yang telah berjuang untuk kepentingan rakyat. Harus kita ingat bersama bahwa api revolusioner perjuangan rakyat melawan kolonialisme, imperialisme, dan penindasan adalah jiwa Hari Pahlawan yang sesungguhnya.
Arti Hari Pahlawanan 10 November
Disudut perkampungan yang jauh disana ada sekelompok anak-anak kecil yang sedang bersukaria mengikuti sebuah acara dari rangkaian kegiatan perayaan Hari Pahlawan. Pemandangan seperti ini tidak hanya kita jumpai di tempat itu bahkan hampir di seluruh pelosok negeri, mungkin dalam waktu yang bersamaan pula mereka juga mengadakan berbagai macam kegiatan yang serupa.
Tidak sedikit diantara mereka dalam menyambut peringatan ini dengan sangat semarak dari sejak mengadakan berbagai macam perlombaan, baik dalam bentuk olahraga, maupun kesenian, dan lainnya. Bahkan tidak sedikit diantara dari mereka yang belum merasa sempurna jika perayaan kemerdekaan negeri ini tidak ditutup dengan pesta hiburan rakyat, sebagai puncak dari semua kegiatan.
Dari cerita tersebut, patutlah kita acungkan jempol. Karena dari situlah masyarakat Indonesia pun masih mengingat selalu akan jasa-jasa serta kenangan-kenangan para pejuang yang telah gugur membela hak bangsa ini untuk memperoleh kemerdekaannya.
Selain itu pula, rakyat pun tak akan dapat melupakan bagaimana jirih payah serta usaha para pahlawan bangsa ini yang gigih dan pemberani melawan para penjajah. Mereka selalu mengenang arti sebuah nilai perjuangan.
Kebesaran arti pertempuran Surabaya, yang kemudian dikukuhkan sebagai Hari Pahlawan, bukanlah hanya karena bagitu banyaknya pahlawan baik yang dikenal maupun tidak dikenal yang telah mengorbankan diri demi nusa dan bangsa. Bukan pula hanya karena lamanya pertempuran secara besar-besaran dan besarnya kekuatan lawan. Di samping itu semua, kebesaran arti pertempuran Surabaya juga terletak pada peran dan pengaruhnya, bagi jalanya revolusi waktu itu. Pertempuran Surabaya juga telah dapat mempengaruhi rakyat banyak untuk ikut serta, baik secara aktif maupun secara pasif, dalam berjuang melawan musuh bersama pada waktu itu.
Ciri utama berbagai perjuangan yang meletus di banyak kota dan daerah di Indonesia adalah bahwa peristiwa-peristiwa itu mendapat dukungan besar moral dan material dari rakyat, yang berarti juga telah menggugah rasa kebersamaan patriotik dalam perjuangan.
Dalam merenungkan kembali pertempuran Surabaya, 10 November 1945 (dan juga pertempuran lainnya yang terjadi di berbagai tempat di negeri kita) maka tergambarlah dalam memori kita, betapa indahnya suasana revolusi ketika itu, sewaktu nilai patriotisme dijunjung tinggi dan semangat rela berkorban demi kepentingan rakyat dan bangsa menjadi kebanggaan tersendiri. Suasana revolusi pada saat itu juga telah mampu menyumbangkan pendidikan watak dan moral yang besar bagi banyak orang dan terutama untuk kemajuan bersama.
Maka patutlah kiranya kita tetap menyimpan kenangan manis itu semua, sebagai simbol dari kakayaan sejarah bangsa. Dan kita harus selalu menyimpan harapan bahwa bangsa kita akan bisa menemukan kembali arah besar yang sudah ditunjukkan oleh para pejuang perintis kemerdekaan dan para pahlawan yang telah mendahului kita.
Rakyat pun Turut Ambil Bagian
Alangkah baiknya dalam sela-sela peringatan Hari Pahlawan atau peringatan-peringatan hari kemerdekaan yang serupa, ialah satu hal yang mesti dipertanyakan kembali lantaran seringkali terlupakan adalah peran dan kedudukan rakyat. Akankah keadilan selalu dijunjung tinggi bagi rakyat? Sungguhkah aspirasi rakyat tersalurkan dalam kursi pemerintahan? Masihkah pemerintah peduli akan kehidupan rakyat? Nah, berbagai macam pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena kemerdekaan diproklamasikan atas nama rakyat, cermin kehendak rakyat dan dipertahankan oleh dan untuk rakyat semata.
Dilihat dari sebuah perjuangannya, sumbang sih rakyat tak kalah besarnya dengan para tentara yang mengangkat senjata sebagai serdadu atau gerilya, rakyat pun juga turun tangan dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sangatlah adil apabila dewasa ini pada abad yang katanya sudah maju, rakyat kembali mempertanyakan dan menggugat kedudukanya terutama dengan berbagai kisah tragis yang menimpa mereka, seperti kemiskinan, mahalnya kebutuhan hidup, ketidakadilan, kesenjangan sosial, ketidakpuasan serta berbagai macam problema yang selalu datang melanda hidup mereka.
Dalam cerita-cerita di medan perjuangan, keterlibatan rakyat adalah nyata. Partisipasi, peranan dan keterlibatan rakyat dalam merintis, memproklamirkan, mempertahankan serta memajukan negeri ini tidak bisa gampang hanya dipandang sebelah mata saja.
Ada mungkin beberapa orang atau anggota masyarakat yang berpendapat beda bahwa “pahlawan itu bukannya dari kalangan rakyat, namun pahlawan ialah dari kalangan militer semata,”anggapan-anggapan seperti inilah yang harus kita kita benarkan serta kita luruskan. Karena apa? Karena, bila kita hanya memandang arti pahlawan itu dari kalangan militer semata, kita harus ingat bahwa kemerdekaan bangsa ini juga tidak lepas dari tangan rakyat yang juga turut banyak sekali membantu. Oleh karena itu, opini-opini yang bertentangan itu harus kita benarkan kembali demi tercapainya tujuan dan keutuhan persatuan bangsa.
Cerita rakyat adalah cerita tentang gambaran kehidupan yang penuh keikhlasan, pahit getirnya hidup serta kesadaran akan dirinya, sebagai rakyat bawah, serta rakyat kecil. Mareka tidak pernah menuntut apa-apa, tertutama minta disebut dan dihargai sebagai pahlawan.
Mestinya, peran dan kedudukan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak boleh diterlantarkan. Sebuah negara besar tidak mungkin ada tanpa rakyat. Sedangkan jika kita melupakan itu semua, yaitu melupakan keberadaan rakyat, maka kita semua termasuk orang yang tak tahu diuntung dan tak tahu akan balas budi serta termasuk orang-orang yang tak tahu berterima kasih.
MEWUJUDKAN WATAK DAN MORAL BANGSA
Bangsa Indonesia tidak hidup dalam kevakuman. Namun, hidup dalam jaringan nilai-nilai, kebiasaan, dan gagasan-gagasan yang sejak dulu telah tumbuh dan berkembang dalam jiwa sanubari bangsa Indonesia yang disebut dengan kebudayaan di mana nilai-nilai moral dan karakter Pancasila digali di dalamnya. Pembangunan karakter bangsa harus memperhatikan secara sungguh-sungguh budaya bangsa Indonesia (Arya Sunu, 2004)
Karakter bangsa Indonesia yang membentuk jati diri bangsa ini bukanlah sebuah warisan yang ditemukan ataupun jatuh dari langit begitu saja. Melainkan sebuah konstruksi sosial, intelektual, dan ideologis yang diciptakan, dibangun dan diperjuangkan dengan membangkitkan aspek-aspek emosional kebangsaan bangsa.
Sebab, sebelum lahir apa yang disepakati sebagai bangsa dan negara Indonesia, masyarakat lahir dan tumbuh dalam komunitas lokal yang masing-masing memiliki jati diri, tradisi, bahasa, ruh, dan pemimpin yang lahir dari kalangan mereka sendiri.
Jati diri atau identitas bangsa Indonesia ditentukan oleh hasil aktualisasi nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai budaya bangsa ini adalah seperangkat nilai yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan substansi falsafah pancasila.
Sedangkan penentuan kepribadian bangsa sebagai karakter bangsa yang khas adalah hasil pengembangan budaya, rajutan nilai budaya lokal dan nasional yang dihidupi oleh masyarakat Indonesia. Kebudayaan adalah ruh bangsa yang juga merupakan jati diri bangsa. Tinggi rendahnya martabat bangsa sangatlah ditentukan oleh tinggi rendahnya budaya dalam aspek permasalahan suatu bangsa.(Sri Sultan Hamengku Buwono X, 2004)
Seperti apa yang telah dikatakan atau diuraikan oleh tokoh-tokoh kita tersebut diatas, jelas sekali bahwa dalam membentuk suatu karakter moral bangsa, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang patut kita perhatikan. Yaitu berkenan dengan nilai khasanah budaya bangsa. Karena, karakter serta moral bangsa inilah yang nantinya diharapkan dapat membentuk jati diri atau identitas sebuah bangsa sendiri.
Apabila kita lihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan masyarakat, seperti banyaknya tindak pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, penculikan serta tindakan asusila lainnya yang begitu banyak. Kesemuanya itu bila kita pikirkan bersama adalah akibat dari terjadinya penurunan moral manusia.
Fenomena kekerasan yang belakangan ini marak terjadi di Indonesia sungguh patut menjadi perhatian kita semua. Meskipun bangsa Indonesia telah memiliki landasan moral, yakni “moral pancasila.” Namun, menurut catatan sejarah fenomena kekerasan di negeri ini telah dimulai sejak negara RI berdiri. Pada awal periode, pemerintahan berkali-kali terjadi pergantian perdana menteri yang diwarnai aksi kekerasan pula. Peristiwa G 30 S PKI, pemberontakan APRA, Pemeberontakan DI/TII, tragedi Kedung Ombo, Tanjung Periuk, Sampit, Maluku, Kudatuli, perebutan Papua, Timor-Timur, tragedi Aceh, dan lainnya. Sungguh masalah yang amat memprihatinkan. Yang terpenting lagi, tindak kekerasan ini juga turut dilakukan oleh oknum-oknum yang juga menjadi peletak dasar-dasar moral pancasila.
Misalkan saja, dalam masa-masa sekarang ini setelah selesainya pemilu tahun 2004, yang merupakan tolak ukur pembangunan bangsa kita, dimana dengan terpilihnya seorang pemimpin yang diharapkan dapat benar-benar membangun kembali bangsa ini terutama dalam membangun sebuah karakter watak dan moral bangsa.
Ketika itu seiring dengan adanya pemilu ini, muncullah suatu kebudayaan yaitu kampaye pemilu. Akan tetapi, efen-efen ini justru malah disalahgunakan sebagai ajang sebagai perusakan norma-norma di masyarakat kita. Bagaimana tidak? Para pemimpin parpol dan para peserta kampanye sudah tidak mengindahkan lagi etika moral dan etika sosial. Bahkan agama, ras dan suku bangsa pun sudah dijadikan sebagai tumbal dari penyimpangan etika moral ini.
Norma atau kaidah yang lazimnya disebut sebagai nilai moral yang mengatur diri pribadi manusia Indonesia sudah tidak sepadan lagi dengan akal pikiran dan hati mereka.
Bagi bangsa Indonesia derajat kepribadian atau wataknya sangat ditentukan oleh nilai-nilai moral yang berlandaskan Pancasila. Dengan demikian tujuan moral bagi bangsa adalah “memberikan arahan gerak atas pengamalan Pancasila dalam pembangunan, sekaligus sebagai perwujudan harkat dan martabat kepribadian luhur bangsa Indonesia (Sudomo, 1990)
Pernah dalam ceramahnya Mochtar Lubis, seorang jurnalis membuat gebrakan yang menggemparkan dalam ceramahnya, mengenai profil manusia Indonesia yang terdapat paling sedikit tujuh ciri manusia Indonesia yang salah satunya ialah “Segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatan, putusan dan pikirannya, atau sering mengalihkan tanggungjawab tentang suatu masalah dan kegagalan kepada orang lain.”
Memang benar apa yang telah di katakan oleh beliau. Beliau mengatakan hal ini secara keseluruhan, memang sesuai dengan apa yang terjadi di dalam negara ini. Namun pernyataan ini mengingatkan semua pihak mengenai adanya watak dan moral yang sangat dikhawatirkan terjadi pada bangsa Indonesia secara menyeluruh dan menjadi penyakit sosial yang dapat merusak mentalitas manusia Indonesia.
TANTANGAN PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
Genap berumur 59 tahun sudah lamanya bangsa Indonesia merdeka. Dalam sebuah pintu panantian ini, masih saja bangsa kita dihadapkan pada berbagai macam persoalan sebagai hambatan dan tantangan kehidupan perjalanan bangsa. Krisis ekonomi yang telah lama melanda Indonesia masih belum juga menemukan titik terang. Serta bertumpuknya hutang-hutang luar negeri semakin mempengaruhi citra nama baik bangsa Indonesia di mata dunia. Adanya penurunan nilai mata uang Rupiah terhadap dolar juga berimbas pada perekonomian kita. Ditambah lagi dengan banyaknya korban yang tak bersalah mati begitu saja dikarenakan ada ledakan bom dimana-mana. Terjadinya kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, krisis sumber daya alam, praktek nepotisme, kolusi, korupsi di dalam kursi pemerintahan, adanya jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar yang seharusnya menjadi modal dasar berharga, namun belum efektif keberadaannya. Serta berbagai macam problematika seperti masalah sosial, agama, golongan, pendidikan, adanya tingkatan sosial di masyarakat.
Semuanya itu merupakan bukti nyata bagi kita semua, bahwa betapa sulitnya mengarungi kehidupan ini. Pasti ada saja segala rintangan dan hambatan di depan kita yang siap menghadang laju perkembangan bangsa Indonesia.
Terjadinya dekadensi moral dunia yang dibawa oleh arus globalisasi yang dapat merubah nilai-nilai moral, menjadi suatu dilema tersendiri bagi Indonesia. Kita bisa bayangkan bahwa bagaimana seandainya bila rakyat Indonesia terimbas pada faktor eksternal seperti ini. Tentu dikhawatirkan nantinya akan terjadi suatu penurun nilai moral rakyat Indonesia (krisis Moral) akibat datangnya arus tersebut.
Kita semua tahu pamerintah memang telah berusaha keras untuk dapat membangun, mengembangkan dan memajukan bangsa Indonesia supaya menjadi bangsa yang makmur. Akan tetapi, dilain pihak lihat saja para penguasa kita yang duduk di kursi pemerintahan mereka memang sedang berfikir serta bekerja keras untuk mengambil langkah serta mengambil keputusan yang terbaik bagi bangsa agar Indonesia dapat lebih maju lagi. Sayangnya, pemerintah pun lupa sendiri akan masalah-masalah yang mungkin harus cepat diatasi yaitu masalah yang berkenaan dengan adanya penurunan watak serta moral bangsa Indonesia.
Apabila kita amati, pemerintah pun hanya berotak-atik saja pada masalah perekonomian bangsa ini. Memang betul, bahwa perekonomian Indonesia harus segera diperbaiki, karena bagaimana pun kita sebagai rakyat hanya dapat berharap bahwa perekonomian di bangsa ini cepat bisa teratasi agar tidak lagi terjadi masalah-masalah seperti krisis moneter, utang luar negeri dan lainnya. Namun, apakah tidak berdosanya kita, apabila sebagai rakyat yang cinta pada negeri ini, membiarkan begitu saja melihat negara kita tertimpa suatu masalah yang langsung berhubungan dengan moral, watak serta etika sumber daya manusia bangsa Indonesia, yang dapat menggerogoti jiwa, akhlak, pribadi serta nilai budi pekerti manusia Indonesia itu sendiri.
Menurut Bapak Poespowardojo, 1989 dampak lain dari pembangunan yang terlalu diorientasikan pada bidang perekonomian adalah terdesaknya harkat dan martabat manusia oleh alat-alat ekonomi dan materi. Serta hal ini justru akan dikhawatirkan dengan timbulnya sifat mental rakyat Indonesia yang lebih menghargai materi, benda, sarana serta prasarana dengan pendekatan kuantitatif. Dan juga dikhawatirkan pula hal ini akan dapat munculkan sifat yang materialistis, kurang percaya diri, lemah mentalitas, serta semakin mendangkalnya nilai etis dan spiritual. Dengan demikian dapat terjadinya disintegrasi dan kesejangan sosial yang lebih ditentukan oleh materi yang dapat menghambat tumbuhnya nilai persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia.
Dalam memperingati Hari Pahlawan pada tahun 2004 ini, bangsa ini haruslah juga mau berinstropeksi diri berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh negaranya. Apabila kita lihat para pejuang 45 yang telah sekuat tenaga, bahu-membahu, saling tolong-menolong, adanya sikap tepo seliro tanpa membedakan HAM, ras, agama yang telah mengorbankan jiwanya dengan dilandasi rasa persatuan dan kesatuan yang kuat untuk melawan penjajah dengan hanya satu tujuan yaitu merdeka atau mati.
Sedangkan sekarang bangsa Indonesia pun berpecah belah. Dengan adanya berbagai macam ledakan bom di berbagai tempat di segala penjuru tanah air, yang berimbas pada menurunnya nilai persatuan dan kesatuan rakyat. Dimana antara satu dengan lainnya saling menyalahkan, terjadinya perselisihan antar umat beragama, disintergrasi pada golongan tertentu serta lain-lain. Mungkin semuanya itu disebabkan karena terjadinya krisis moralitas bangsa yang terjadi pada sumber daya manusia Indonesia sendiri. Yang berakibat pula pada krisis sosial seperti krisis nilai-nilai, adanya kesenjangan sifat keteladanan, kurangnya sikap idealisme dan citra generasi muda tentang peranannya bagi masa depan bangsa serta makin bergesernya sikap manusia ke arah pragmatis yang dapat membawa ke sifat materialisme dan individualisme yang tinggi.
Maka dari itu, kita semua yang termasuk bagian dari rakyat Indonesia bersama-sama dengan pemerintah seharusnya dapat membanting setir untuk dapat memperbaiki problematika ini. Yaitu dengan menggerakkan kembali program pemerintah yang berupa Pembangunan Watak dan Moral Pancasila (PWMP). Metode operasional ini harus diterapkan antara lain sebagai berikut :
Edukatif dan Reedukatif, maksudnya melakukan pendidikan kepada setiap obyek sasaran. Metode Edukatif dilakukan pada lembaga formal dan masyarakat luas untuk memperkenalkan dan mengembangkan pengetahuan dan akal budi. Sedangkan metode reedukatif diterapkan pada orang dewasa, yang diharapkan menjadi agen-agen perubahan.
Sifat Keteladanan yaitu menularkan sikap dan perilaku yang baik secara konsisten, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, agama, pendidikan, dan negara.
Metode Kekuasaan yaitu, terutama menyangkut penggunaan daya dan kewenangan pemerintah dalam melakukan penegakan hukum, disiplin nasional, serta bentuk-bentuk lainnya.
Metode persuasi dan Komunikasi yaitu, memberikan ajakan, himbauan, dorongan dan motifasi kepada seseorang, kelompok dan masyarakat luas, sehingga tumbuh watak dan moral yang diharapkan.
Nah, apabila langkah-langkah tersebut dapat kita terapkan bersama tentunya dengan dilandasi sifat tanggung jawab, kepedulian, rasa iba, rasa mencintai, tidak pantang menyerah serta sifat percaya dan dengan dijiwai semangat pahlawan ada di hati kita insya’ Allah tujuan kita untuk memperbaiki watak dan moral bangsa Indonesia yang berhubungan langsung dengan nilai persatuan dan kesatuan akan terwujud tentunya juga dengan selalu bersumber pada nilai-nilai luhur Pancasila.